Senin, 26 Januari 2009

MENGENAL ALIRAN KEPERCAYAAN THD TUHAN YME (3)

Aliran Kebatinan Perjalanan Tri Luhur
Organisasi Perjalanan Tri Luhur didirikan oleh seorang sesepuh bernama Toeloes Partosoewirjo pada hari Senin wage (malam Selasa Kliwon), tanggal 1 Oktober 1956 di Balai Desa Kober Purwokerto. Perjalanan Tri Luhur dari kata Perjalanan yaitu gerak perbuatan atau laku manusia. Tri artinya badan Jasmani, gerak rasa sejati dan guru sejati, luhur adalah sifat ketiga perjalanan. Maksud dibentuknya wadah tersebut untuk menampung semua kegiatan yang tujuannya untuk kesempurnaan kehiduan manusia lahir dan batin.
Toeloes Partosoewirjo dilahirkan di desa Cangkerep Lor Purworejo, Jawa Tengah, pada tanggal 30 April 1924. Pada usia 12 tahun ia telah mendengar dan tertarik hal-hal yang berkaitan dengan Ketuhanan. Kemudian muncul gagasan bagaimana caranya untuk mendekatkan diri pribadinya dengan Tuhan. Atas dorongan itu maka timbullah tekad untuk mengetahui persoalan-persoalan Ketuhanan dan menumbuhkan keyakinan bahwa Tuhan mempunyai kuasa menciptakan alam semesta beserta isinya. Akhirnya pada malam Jumat Kliwon tanggal 23 Mei 1954 pada jam 01.00 sewaktu Beliau sedang duduk menghadap ke utara mohon kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa dengan sikap tenang, pasrah secara totalitas dan berkeyakinan yang mantap bahwa Tuhan itu Maha Pemurah dan Maha pengasih, beliau menerima wangsit dari Tuhan. Salah satu ajaran organisasi Perjalanan Tri Luhur, yaitu wewarah “janji 7” yang berupa perjanjian 7 pasal yang merupakan perjanjian manusia pada dirinya sendiri dengan disaksikan Tuhan Yang Mahakuasa dan Mahasuci. Hal ini merupakan tata moral dan pedoman laku lampah bagi setiap warga perjalanan Tri Luhur dalam menghayati Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Organisasi Perjalanan Tri Luhur beralamat di Jatiwinangun no. 20 Purwokerto. Karena hampir seluruh warga organisasi berdomisili di Purwokerto, maka organisasi Perjalanan Tri Luhur masih bersifat lokal. Menurut catatan terakhir anggota Perjalanan Tri Luhur berjumlah 1220 orang yang terdiri dari berbagai kalangan pegawai negeri, dosen, petani dan lain sebagainya.
Awal tahun 1957 salah seorang anggota pindah tugas ke Banjarnegara. Dengan kepindahannya maka ajaran Perjalanan kebatinan Tri Luhur mulai berkembang di Banjarnegara dan akhirnya dibentuk cabang Banjarnegara dengan alamat di jalan Jagapati I/52 Banjarnegara dibawah asuhan Bapak Djuremi. Selanjutnya berkembang pula di Semarang (1962), Purbalingga (1964), Cilacap (1965), Denpasar (1967), Brebes (1967), Jombang (1969), Wonosobo (1977), Kebumen (1978).
Struktur awal Organisasi Perjalanan Tri Luhur terdiri dari Pinisepuh : Boedhi Kamoelyan SP,Ketua : Rustamaji dan Sekretaris Binrang. Susunan pengurus sekarang terdiri dari Pinisepuh Soekemi, Ketua Soetarto W,BA., Sekretaris Suyanto, BA., Bendahara Edi Kartiko dan beralamat di Jatiwinangun, gang Sembrodo no. 10 Purwokerto, 53114.
Menurut ajaran Perjalanan Tri Luhur, Tuhan mempunyai kekuasaan untuk menciptakan dunia semesta beserta segala isinya, disamping itu Tuhan juga merupakan sumber hidup dari segala kehidupan yang secara terus menerus akan memelihara dan melestarikan dunia semesta ini. Dengan demikian, manusia wajib menyembah dan memohon kepada Nya. Ajaran tentang manusia dari organisasi Perjalanan Tri Luhur meliputi asal usul manusia, struktur manusia dan kehidupan setelah kematian.
Kegiatan Perjalanan Tri Luhur dalam melaksanakan kegiatan ritual,manembah kepada Tuhan meliputi :
1. Sesuci, yaitu membersihkan diri dari perbuatan yang sifatnya kotor, tercela dan dosa, kemudian mengenakan pakaian yang bersih dan sopan.
2. Pembukaan, yaitu duduk sinuku tunggal/menghadap ke utara pada lantai yang bersih atau beralas tikar. Menghadap ke utara terkandung maksud bahwa utara adalah atas, hal ini karena Tuhan adalah di atas segala-galanya.
3. Pengalaman Pribadi, pada intinya adalah melaksanakan Tri Dharma, yaitu :
a. Dharma Bhakti, tugas dan kewajiban manusia untuk melaksanakan bakti sosial dalam masyarakat;
b. Dharma Suci,tugas dan kewajiban terhadap sesama manusia yang bersifat mental spiritual
c. Dharma Suci, tugas dan kewajiban manusia (warga Perjalanan Tri Luhur) sebagai manusia ber Kertuhanan untuk mengamalkan tugas-tugas kesucian dalammelaksanakan perintah dan kehendak Tuhan yang Mahakuasa dan Yang Mahasuci.

Kapribaden

Pada tanggal 29 April 1978, dihadapan 5 orang Putro, Romo menerbitkan satu-satunya Sabdo Tinulis, dengan huruf Jawa (Honocoroko), yang berbunyi “ROMO Mangestoni, Putro-Putro Kudu Ngakoni Putro ROMO” Sekalipun Putro yang menghadap waktu itu 5 (lima) orang, yaitu Dr. Wahyono Raharjo GSW, MBA (Alm), Ibu Hartini Wahyono, Drs. Soehirman, S. Parmin (Alm) dan Sakir. Tetapi Romo menyebut yang menghadap 4 orang, karena Wahyono dan Istrinya, bagi Romo selalu dihitung satu. Bahkan beliau dawuh, kalau yang sowan saat itu tidak ada wanitanya, maka akan ditinggal tidur oleh Romo.
Sabdo tinulis itu ditulis pada tutup kue dadar-gulung berwarna merah-putih. Penjelasan Romo : “ditulis ono tutup, kareban
Putro-Putro podo nyawang mengisor, sebab Putro-Putro isih pada nyawang menduwur. Ben podo nyawang sing urip ono ngisor kreteg”. Putro Putro yang sowan didawuhi memperbanyak sabda tinulis itu dan menyebar-luaskan ke semua Putro.
Putro Putro yang menghadap saat itu mohon petunjuk cara ”ngakoni Putro Romo”. Dan Romo ndawuhi membentuk Paguyuban yang kemudian bernama Paguyuban Penghayat Kapribaden. Sesuai dengan KTP Romo Semono maupun ibu Tumirin, tertulis Kapribaden.
Dr. Wahyono sampai 3 kali menolak, dengan alasan : “mangke mboten wurung nami / wahyono pun dhadhosaken ontran-ontran ing kalangan Putro Putro”. Kemudian Romo dawuh : “Siro ora pareng nolak, amorgo iki wis dikersakake Moho Suci”. Maka dengan sangat berat Dr. Wahyono akhirnya menyatakan sanggup. Dr. Wahyono mengemukakan syarat atau permintaan kepada Romo : “Dalem sagah, nanging nyuwun Romo Dhawuhi langsung Putro Putro, supados sampun ngantos Putro Putro nginten wontenipun paguyuban saking kajengipun Wahyono” Romo menyanggupi (bisa di cek melalui Bapak S. Soenarjo, Surabaya. Beliau langsung didawuhi Romo, tidak melalui Dr. Wahyono, bahkan kemudian Romo sendiri membagi-bagikan formulir bagi Putro-Putro)
Sewaktu 5 orang Putro yang sowan itu pamit pulang, sampai di depan kamarnya Romo Semono, lengan Dr. Wahyono beliau pegang dan disuruh menunggu di depan kamar Romo Semono. Ternyata beliau mengambil sesuatu yang dibungkus kain merah. Kain merah pembungkusnya beliau buang di lantai. Ternyata isinya sebatang tongkat berwarna coklat kehitam-hitaman. Tongkat itu ternyata dari Galih Kelor. Lalu beliau berikan kepada Dr. Wahyono dengan disertai sabdo : “Iki tongkat komando, jeneng siro wis ngerti tegese. Sopo wae sing mbangkang, sektiyo, Digdhayoa koyo ngopo, mbok dhudhul iki mesti modar. Siro ora usah was sumelang amargo sakabeheing bolo sirolah bakal sabiyantu marang jeneng siro. Iki sabdane Moho Suci, Tampanana” dari 4 orang yang berdiri di belakang Dr. Wahyono, saat itu ada 2 orang yang terlempar sampai membentur dinding di seberang.
Persiapan persiapan dilakukan. Saat itu sangat berat dan sulit, mengingat keberadaan Putro Romo masih dilarang oleh pihak pemerintah Orde Baru. (kemudian baru diketahui bahwa alasan sebenarnya adalah karena Bung Karno adalah Putro Romo, sehingga Romo Semono dicap sebagai gurunya Soekarno). Jadi berbagai langkah strategis dan taktis terpaksa dilakukan, dan akhirnya Paguyuban Penghayat Kapribaden bisa diresmikan berdirinya. Upacara ritual dilakukan di Sanggar Sasono Adiroso, sedang upacaranya di Anjungan Mataram Taman Mini Indonesia Indah. Tepatnya malam Senen Pahing 30 Juli 1978.
Sebelum peresmian, Putro Putro Jakarta sowan Romo dulu untuk mohon petunjuk.Kemudian, Dr. Wahyono diantar Bapak S. Hoetomo, menggunakan kendaraan kadhang Hendra Yudianto, yang juga ikut, 2 bulan keliling ke daerah-daerah, tanpa pulang, untuk membentuk Paguyuban di daerah-daerah, sekaligus mengantarkan pengurus di daerah mendaftar ke 5 instansi pemerintah. Kalau provinsi ke 7 instansi, Pusat ke 9 instansi. Ini agar Kapribaden diakui sah menurut Undang-Undang Negara. Tidak hanya resmi diakui Pemerintah.Kemudian dengan wadah Paguyuban Penghayat Kapribaden, bisa dipaparkan Paringan dan Wulang Wuluk Romo (secara umum disebut ajaran), sehingga diakui sah, yang berarti sah kalau dijalani, disampaikan kepada orang lain, di wilayah hukum Republik Indonesia.
Struktur organisasi Penghayat Kapribaden menurut data terakhir terdiri atas Pinisepuh Dr. Wahyono Raharjo; Ketua Soedardi, Sekretaris Sumadi Wijaya, Bendahara Sakijan. Pusat Paguyuban berada di kompleks Masjid, RT 10/04 Jl. Buchari Sukarjo no. 9 Ds. Limo Cinere, dan cabangnya berjumlah 13 yang berada di Jakarta Timur, Kota Malang, Pemalang, Pekalongan, Demak, Kota Semarang, Klaten, Karanganyar, Sukoharjo, Magelang, Jepara dan Cilacap, serta Surabaya. Menurut catatan terakhir, anggotanya mencapai 4182 yang berasal dari berbagai kalangan dan tersebar di Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

1 komentar:

  1. Ini sebenarnya merupakan ajaran yg cocok untuk indonesia, tidak ada kekerasan, tidak tercemar budaya luar dan murni dari hati manusia kepada Tuhan. Sebab satu2nya yg di kehendaki Tuhan atas manusia adalah "HATI NURANI YANG BAIK"!!
    Tidak lebih, tidak kurang...

    Salam

    BalasHapus