Senin, 05 Januari 2009

PRANATA MANGSA

PRANATAMANGSA
HARI-BULAN-MUSIM-TAHUN MENURUT AJARAN JAWA
R.Otto Bambang Wahyudi
Tentang Hari dalam warisan Jawa

Orang Jawa sebagai keturunan bangsa asli penduduk tertua, juga mempunyai bukti diberi warisan berupa Hari-bulan-musim untuk perhitungan tahun yang bersifat asli, tidak mengambil, tidak meniru dan juga tidak berasal dari bangsa asing yang datang ke pulau Jawa.
Hari jawa yang bersifat asli peninggalan dari leluhur pada jaman dahulu ialah yang sekarang ini disebut Pasaran, terdiri dari 5 hari dengan urutan nama : kliwon – legi – paing – pon – wage. Lima hari tersebut dinamakan pasaran, karena masing-masing nama itu sejak jaman kuno digunakan untuk menentukan dibukanya pasar bagi para pedagang, sehingga pada hari yang ditentukan, untuk suatu pasar akan banyak dikunjungi pedagang yang menjual dagangannya, dan banyak dikunjungi orang yang berbelanja.
Sampai tahun 1983, ketentuan yang demikian masih berlaku, terutama bagi pasar-pasar di perdesaan. Kecuali dijadikan ketentuan waktu banyaknya orang berjualan dan berbelanja untuk sesuatu pasar, ada pula yang dijadikan nama suatu pasar dan kampung yang pasarnya mendapat ketentuan waktu dari salah satu hari tersebut. Misalnya di Kota kediri terdapat Pasar Pahing dan sebagainya.
Pasaran tersebut menurut peninggalan para leluhur diambil dari nama 5 roh bagian pokok dari jiwa manusia yang sudah menjadi pengetahuan dan keyakinan leluhur orang Jawa sejak jaman purba sampai sekarang. 5 macam roh manusia yang menghidupi jasmani, urutan namanya sama dengan urutan nama 5 hari pasaran tersebut.
Tentang asal mulanya terdapat pengetahuan tentang lima macam roh manusia itu diuraikan dalam bentuk cerita sandi atau lambang didalamkitab Kerotoboso, tentang lelakon raja Widoyoko di negeri Medangkamulan, diantaranya : “Marengi mongso palguno nuju ratri purnomo sidhi, prabu Widoyoko kedatengan utusanipun Hyang Jagad Waseso ingkang kautus Nayoko nomo: Bathoro Legi, Bathoro Paing, Bathoro Pon, Bathoro Wage, Bathoro Kliwon jejuluk Bathoro Kasihan”.
Untuk perhitungan hari dan yang lazim digunakan untuk urutan nama dalam ilmu kerohanian, kliwon adalah yang pertama, kemudian legi,paing,pon dan wage. Sebab kliwon itu yang terutama menjadi pusatnya.
Cerita sandi tersebut mengandung hakikat bahwa raja (widoyoko) ialah untuk kiasan orang yang tinggi tingkatan serta ilmu kerohanian. Bagi orang Jawa menjadi lambangnya orang linuwih yang katarimo oleh Tuhan yang disebut Hyang Jagad Waseso, sehingga orang linuwih itu dapat bertemu dan mengetahui serta mengenal bagian kerohanian atau jiwanya sendiri yang terdiri dari 5 macam bernama Kliwon(kasihan), legi, paing, pon dan wage.
Dalam masyarakat Jawa, 5 macam roh itu pada umumnya disebut sadulur papat lima pancer, yaitu 4 saudara, yang kelima (kliwon) menjadi pusatnya, ialah yang dalam kejawen disebut ingsun, dan yang pada umumnya disebut sukma yaitu jiwa manusia yang tunggal unsur dengan Dhat Tuhan, itu termasuk menjadi kepercayaan Trimurti ke Tuhanan dari leluhur orang Jawa sejak jaman dulu yang masih terus berlangsung sampai sekarang.
Sedangkan 4 saudara lainnya itu adalah terdiri dari roh anasir alam yang menjadi raga manusia, yaitu tanah, air, api dan udara. Sedan yang dianggap saudara ialah raga. Dengan demikian cerita raja Widoyoko didatangi 5 menteri utusan Tuhan tersebut sebetulnya mengandung hakikat merupakan media untuk membentangkan atau untuk menguraikan tentang pengetahuan sadulur papat lima pancer yang menjadi pedoman unsur kerohanian dari leluhur jaman purba.
Disamping itu 5 hari pasaran tersebut juga dijadikan titikan bagi perangai seseorang menurut hari pasaran kelahirannya. Misalnya orang yang kelahirannya jatuh pada pasaran kliwon, ia diperkirakan mempunyai kecerdasan luas, peka perasaannya, supel/luwes, suka akan ilmu kerohanian. Orang yang kelahirannya pada pasaran legi, diperirakan mempunyai perangai tenang, jujur, tebal rasa kasih sayangnya,pasaran paing mempunyai dasar watak berangasan, suka marah, berkemauan keras, agresif. Pon mempunyai dasar perangai besar nafsu keinginannya akan soal-soal keduniawian, besar nafsu birahinya. Wage dasar wataknya egoistis, suka bermalas-malasan, dengan makan enak.

Tentang Bulan menurut warisan Jawa

Selain itu leluhur juga mewarikan pengetahuan tentang perhitungan bulan yang bersifat asli,yaitu : (1) Koso, (2) Karo, (3) Ketigo/Katelu, (4) Kapat, (5) Kalimo, (6) Kanem,(7) kapitu, (8) Kawolu, (9) Kesongo, (10) Kesepuluh, (11) Apit lemah, (12) apit kayu.
Pada jaman dahulu bulan jawa tersebut terutama digunakan ebagai pedoman melaksanakan urusan pertanian, mengerjakan sawah dengan memperhitungkan turunnya hujan, dan bilamana hujan mulai menipis. Oleh karena itu nama bulan tersebut sering juga disebut dengan Pranata mangsa atau musim.
Bulan Jawa tersebut berpedoman pada peredaran musim, dari itu bulan Jawa asli juga berdasarkan atas jalannya peredaran matahari. Jadi termasuk perhitungan tahun surya atau tahun matahari, sama dengan perhitungan tahun saka dan tahun masehi.Karena perhitungan umurnya yang asli, sudah tidak dapat diketahui, sehingga untuk memudahkan pengertian cara menyesuaikan perhitungannya dengan bulan tahun masehi, umurnya bulan Jawa itu diambilkan dari bulan tahun masehi, sehingga dapat disusun sebagai berikut :
1. Koso = Juni umur 30 hari
2. Karo = Juli umur 31 hari
3. Ketigo/Katelu = Agustus umur 31 hari
4. Kapat = Sptember umur 30 hari
5. Kalimo = Oktober umur 31 hari
6. Kanem = Nopember umur 30 hari
7. Kapitu = Desember umur 31 hari
8. Kawolu = Januari umur 31 hari
9. Kasongo = Pebruari umur 28/29hari
10. Kasepuluh = Maret umur 31 hari
11. Apit lemah = April umur 30 hari
12. Apit kayu = Mei umur 31 hari

Tentang Musim menurut Warian Jawa

Kecuali nama hari dan bulan Jawa asli yang masih dapat diketahui dan dimengerti sampai sekarang seperti tersebut diatas, leluhur orang Jawa juga mewariskan nama musim jawa asli yang terdiri dari 4 macam, yaitu : (1)Mareng, (2) Ketigo, (3) Labuh, (4)Rendheng
Kalau disesuaikan dengan pembagian bulan Jawa asli tersebut dapat disusun urutan sebagai berikut :
1. Mareng, meliputi bulan Apit kayu – Koso – Karo = Mei – Juni – Juli, yaitu hujan makin surut atau makin berkurang
2. Ketigo, meliputi bulan Ketigo/Katelu – Kapat – Kalimo = Agustus – September – Oktober, yaitu musim panas/kering
3. Labuh, meliputi bulan Kanem – Kapitu – Kawolu = Nopember – Desember – Januari, yaitu musim sering turun hujan
4. Rendheng, meliputi bulan Kesongo – Kasepuluh – Apit lemah = Pebruari – Maret – April, yaitu musim banyak hujan/penghujan.

Pengaruh hindu

Ahli sejarah menyatakan bahwa waktu hindu masuk ke pulau Jawa, mereka juga membawa nama hari dan bulan dan angka perhitungan tahun yaitu tahun saka. Nama-nama tersebut berasal dari bahasa sansekerta dan disebut VAIA, artinya hari, yaitu :
1. Aditya ucapan Jawa : Radite´/Dite´ = akad
2. Soma Ucapan Jawa : Somo = Senin
3. Anggara Ucapan Jawa : Anggoro = Sloso
4. Budha Ucapan Jawa : Budo = Rabu
5. Wrhaspati Ucapan Jawa : Respati = Kemis
6. Cukra Ucapan Jawa : Sukro = Jemuwah
7. Caniscara Ucapan Jawa : Tumpak = Setu
Bangsa Hindu dengan kebudayaannya itu dapat memperngaruhi/menguasai penduduk pulau Jawa dan Kepulauan Indonesia lainnya, sehingga nama hari yang digunakan juga mengacu kepada nama ketujuh hari tersebut. Yang masih sering digunakan oleh masyarakat sekarang misalnya Somo manis (senin legi), anggoro kasih (sloso kliwon) dan respati manis (kamis legi).
Meskipun nama hari jawa asli terdesak, tetapi masih dapat bertahan, karena digunakan bersama yang dalam istilah Jawa disebut untuk ngrangkepi, hanya tempatnya saja berada dibelakang, dengan diubah namanya, tidak menggunakan nama aslinya, tetapi mengambil dari nama sinonimnya dan dari sifat warna unsurnya, yaitu : Kliwon nama sinonimnya kasihan, diucapkan kasih (pancar/jiwa); legi (anasir udata) sinonimnya manis, warnanya putih, bahasa kromo Pethak, diucapkan pethakan; Paing (anasir api) warnanya merah, bahasa kromonya abrit, disebut abritan; pon (anasir air) warnanya kuning , bahasa kromonya jene, diucapkan jeneyan; wage (anasir tanah) warnanya hitam, bahasa kromo cemeng, diucapkan cemengan.
Dengan demikian gabungan nama hari tersebut, dapat diucapkan sebagai berikut :
a. Dite kasih = akad kliwon
b. Dite pethakan = akad legi
c. Dite abritan = akad paing
d. Dite jeneyan = akad pon
e. Dite cemengan = akad wage
f. Somo kasih = senin kliwon
g. Somo manis = senin legi
h. Somo abritan = senin paing
i. Somo jeneyan = senin pon
j. Somo cemengan =senin wage
k. Anggoro kasih = sloso kliwon
l. Anggoro pethakan = sloso legi
m. Anggoro abritan = sloso paing
n. Anggoro jeneyan = sloso pon
o. Anggoro cemengan = sloso wage dst.
Disamping nama hari, orang hindu yang datang kepulau jawa juga membawa nama bulan, antara lain :
1. Crawana Ucapan Jawa : Srawono
2. Bhadrapada Ucapan Jawa : Podrowono
3. Acwina Ucapan Jawa : Asuji
4. Kartika Ucapan Jawa : Kartiko
5. Margacirsa Ucapan Jawa : Manggosri
6. Pausa Ucapan Jawa : Puso
7. Magha Ucapan Jawa : Manggokolo
8. Phalguna Ucapan Jawa : Palguno
9. Caitra Ucapan Jawa : Sitro
10. Waicakha Ucapan Jawa : Wisoko
11. Jyaistha Ucapan Jawa : Destho/Jito
12. Asadha Ucapan Jawa : Saddho/Noyo

Disadari bahwa disamping pengaruh hindu tersebut, nama, bulan tersebut juga dipengaruhi oleh arab dan belanda, sehingga apa yang digunakan saat ini kesemuanya tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh tersebut, tetapi yang terbanyak adalah pengaruh arab dan belanda sebagaimana yang kita gunakan saat ini.

Berikut ini penjelasan nama-nama mangsa dan umurnya

1. Kasa (Kartika) 22 Juni – 1 Agustus 41 hari
2. Karo (Pusa) 2 Agustus – 24 Agustus 23 hari
3. Katelu 25 Agustus – 17 September 24 hari
4. Kapat (sitra) 18 September – 12 Oktober 25 hari
5. Kalima (manggala) 13 Oktober – 8 Nopember 27 hari
6. Kanem (Naya) 9 Nopember – 21 Desember 43 hari
7. Kapitu (Palguna) 22 Desember – 2 Pbruari 43 hari
8. Kawolu (wasika) 3 Pebruari – 28 Pebruari 27 hari
9. Kasanga (Jita) 1 Maret – 25 Maret 25 hari
10. Kasapuluh (srawana) 26 Maret – 18 April 24 hari
11. Dhesta (Padrawana) 19 April – 11 Mei 23 hari
12. Sadha (Asuji) 12 Mei – 21 Juni 41 hari

Watak bawaan atau pengaruh dari tiga macam mangsa sebagai berikut :
a. Kasa (kartika), candra/cirinya Sotya murca ing embanan (mutiara lepas dari pengikatnya). Watak pengaruhnya : dedaunan rontok. Kayu-kayu patah di atas. Saat mulai menanam palawija, belalang bertelur. Bayi yang lahir dalam mangsa kasa itu wataknya belas kasihan.
b. Karo (pusa) candra/cirinya Bantala rengka (tanah retak), watak/ pengaruhnya tanah retak, tanam-tanaman palawija harus dicarikan air, pohon randu mangsa tumbuh daun-daunnya. Bayi yang lahir dalam mangsa ini wataknya cerobih, kotor
c. Sadha (asuji), candra/cirinya tirta sasana (air pergi dari tempatnya) watak/pengaruhnya musim dingin, jarang orang berkeringat. Usai panen. Bayi yang lahir dalam mangsa ini wataknya cukupan.


Tentang Wuku

Dalam ilmu perbintangan Jawa, terdapat istilah wuku. Wuku adalah perlambang dari sifat-sifat manusia yang dilahirkan pada hari-hari tertentu. Adapun sejarah asal usul wuku yang berjumlah 30 tersebut adalah kisah Prabu Watu Gunung di Kerajaan Gilingwesi. Tanpa disadari,ia telah memperistri ibu dan bibinya sendiri, yakni Dewi Sinta dan Dewi Landep, hingga berputra 27 anak, yakni :

1. Raden Wukir kembar dengan Raden Kurantil
2. Raden Tolu kembar dengan Raden Gumbreg
3. Raden Warigalit kembar dengan Raden Warigagung
4. Raden Julungwangi kembar dengan Raden Sungsang
5. Raden Galungan kembar dengan Raden Kuningan
6. Raden Langkir kembar dengan raden Mandasiya
7. Raden Julungpujut kembar dengan Raden Pahang
8. Raden Kuruwelut kembar dengan Raden Marakeh
9. Raden Tambir kembar dengan Raden Medangkungan
10. Raden Maktal kembar dengan Raden Prangbakat
11. Raden Bala kembar dengan Raden Wugu
12. Raden Wayang kembar dengan Raden Kulawu
13. Raden Dukut tidak kembar.

Dengan demikian anak Prabu Watugunung berjumlah 27. Nama anak ini digunakan sebagai nama wuku dan ditambah dengan Watugunung, Sinta dan Landep menjadi 30 wuku. Tiap wuku berumur 7 hari sehingga siklus berumur 210 hari. Wuku ke 1 (Sinta) mulai hari minggu pahing sampai dengan sabtu pon. Waktu ke 30 terakhir (watugunung) mulai hari minggu kliwon sampai dengan sabtu legi.

Permasalahan yang muncul adalah mengapa kecelakaan sejarah ini dijadikan perhitungan wuku? Hal ini bisa dimaksudkan bahwa Orang Jawa sangat melarang perkawinan antara anak dengan ibu, atau ayah dengan anak. Perkawinan antar saudara sekandung juga merupakan larangan karena akan menimbulkan bencana dan kerusakan alur keturunan manusia. Dengan demikian kisah ini merupakan unsur pendidikan budi pekerti yang berkaitan dengan aturan perkawinan.

Watak bawaan atau pengaruh wuku dilukiskan dalam lambang-lambang Dewa, air, daun, kayu dan burung. Dalam hal ini hanya dilukiskan wuku ke 1 dan ke 30 saja, antara lain :

a. Wuku Sinta
Dewanya Batara Yamadipati laksana pendeta, wataknya bagaikan raja, cemburu, besar nafsunya, tidak sabar, sering kecelakaan, lembut budinya, enak bicaranya, tidak percaya, tetapi banyak rejekinya. Kaya harta benda. Memanggul panji-panji : memiliki kesenangan. Kakinya didalam air : perintahnya keras pada awal, lunak pada akhirnya. Gedongnya di muka : menjadi memperlihatkan kekayaannya, rela pada lahirnya, tetapi dalam hatinya tidak setuju. Kayunya Kendayakan : menjadi tempat bernaung orang sakit, orang sengsara dan melarikan diri. Burungnya Gagak : tahu akan gelagat, cepat dalam segala pakaryan. Bencananya : Mati setengah umur.
Candranya : Indra janma nestapa, wataknya besar perhatiannya, sangat tinggi dan suka olah kependetaan. Selamatan penolakan : Nasi pulen masakan beras sapitrah (satu takaran : dua tangan digabung dan dikerungkan kurang lebih ¼ kg), daging kerbau seharga ½ ketheng (mata uang Jawa jaman lampau nilainya kurang lebih ½ sen) tanpa menawar, dimasak pindang. Slawatnya 4 ketheng. Do’a tolak bencana, Jabungkala jaya bumi (ancaman bahayanya) di timur laut : 7 hari jangan pergi ke timur laut.

b. Wuku Watugunung
Dewanya Batara Antaboga dan Bathari Naga gini: Antaboga: banyak kemauannya, selalu prihatin, menantang adu kepandaian, tak mau diatasi. Naga Gini : mendua kasih, mengharapkan kesalahan orang lain, percya kepada tahayul, menurut. Menghadap candi : gemar sepi, bila ia pendeta ada derajatnya, senang bersemedi, selalu prihatin. Kayunya Wijayakusuma : bagus rupanya, tak suka keramaian, bermutu bicaranya. Burungnya Gogik : dengki, tak suka keramaian. Bencananya : dianiaya. Selamatan penolaknya : Tumpeng masakan beras sapitrah, ikan kali, binatang darat, binatang terbang dan binatang hidup di liang, semuanya halal, dimasak pedas, asin, asam dan pahit, buah-buahan, bermacam-macam juadah dengan jenang, sayur 7 macam. Slawatnya 19 ketheng. Do’anya mubarak. Cabdranya : bintang dan bulan kesiangan, wataknya terang cahaya hatinya. Jabungkalajaya di timur : 7 hari jangan pergi ke timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar